BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Telah diketahui bahwa revolusi Perancis membawa persamaan
terhadap undang-undang bagi semua Paura. Tentara Napoleon menyebarkan faham itu
ke daerah Eropa yang dikuasainya. Persamaan sarekat itu justru mengingatkan
orang mengenai persamaan apa yang belum ada. Disamping persamaan politik dan hukum,
belum ada persamaan dalam ekonomi, social dan intelektual. Justru sekaranglah
pengusaha kapitalis berhadapan dengan kaum buruh.[1]
Sejak pemerintah Peter Agung (1689-1725), Rusia mulai
membuka diri terhadap pengaruh Eropa, Peter Agung mendirikan ibu kota baru
yaitu St. Petersburg. Beberapa reformasi Peter Agung untuk mengatasi
keterbelakangan Rusia antara lain: mempelajari system perkapalan di
negara-negara Eropa, mendirikan sekolah untuk mempelajari matematika dan bahasa
asing, menerjemahkan buku-buku serta mendirikan surat kabar dll.
Pada akhir abad ke-18 ternyata modernisasi tidak mampu
membawa petani ke kehidupan yang jauh lebih baik, banyak penyimpangan UU tahun
1861, yang terjadi justru adanya jurang kehidupan antara kaum bangsawan dengan
buruh tani.
Pengusaha boleh dikatakan dapat mengumpulkan kekayaan tanpa
batas, sedangkan kaum buruh tidak mempunyai apa-apa kecuali tenaga buruhnya,
terpaksa membanting tulang selama hidupnya dengan upah rendah, tidak mempunyai
kesempatan untuk memajukan diri dan anak-anaknya untuk meningkatkan taraf
hidupnya.[2]
Para pemimpin Rusia dari Tsar Alexander I sampai Tsar
Alexander II telah berhasil membangun Rusia menjadi negara adidaya di eropa.
Hal ini dapat dibuktikan dengan kuatnya militer Rusia serta wilayah kerajaan Rusia.
Pada akhir pemerintahan Tsar Nicholas II, sebetulnya pertumbuhan ekonomi
terutama dalam bidang industry dapat dibanggakan. Namun di sisi lain, para
petani tersiksa karena dipaksa membayar pajak yang semakin tinggi untuk
mebiayai pembangunan Industri.
Ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Tsar yang
Otokratis menyebabkan munculnya pemogokan yang akhirnya bergolak menjadi
revolusi menuntut Tsar untuk turun dari takhtanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kekuatan Baru dan Faham Baru
Rusia pada tahun 1914 bisa dikatakan merupakan negara yang
paling represif secara politis. Masyarakatnya masih agraris dan belum berkembang, dengan lebih dari 100
bahasa yang digunakan populasi multietnisnya. Sebesar 79% dari mereka buta
huruf menurut sensus tahun 1879, sebaliknya Jerman adalah negara modern,
berbudaya tinggi, homogen secara etnis, dengan perekonomian yang maju negara
itu sudah lama mencapai tingkat melek huruf yang mendekati 100% dan sedang
berkembang menuju demokrasi liberal.[3]
Sedang di Rusia, seperti yang sudah di bahas pada bab
pendahuluan, masih sangat morat-marit, terjadi stratifikasi social yang begitu
parah antara kaum borjuis dengan para buruh. Sampai timbulah faham sosialisme
yang mengingikan masyarakat yang lain coraknya, dimana mereka akan mengganti
produksi demi laba menjadi produksi demi kepentingan bersama. Salah seorang
dari mereka ialah Karl Marx. Setelak menyelidiki secara seksama kehidupan
masyarakat komunis, ia yakin bahwa hanya satu kelas yang dapat merubah hal itu,
mereka adalah kelas buruh.[4]
Sesudah pertengahan abad 19 faham itu
semakin termakan oleh kaum buruh yang jumlahnya selalu meningkat tetapi baru
pada abad 20 revolusi buruh terjadi, yakni pada tahun 1905, namun gagal yang
kemudian, pada tahun 1917 berhasil. Faham sosialis itupun mendapat kesempatan
baik dalam mata rantai kapitalis yang lemah, yakni di Rusia yang kira-kira
tahun 1900 dimana masih merupakan negara setengah colonial.[5]
Agar dapat memahmi dengan baik akan
seluk beluk hal tersebut, ada tiga hal yang perlu diketahui:
1.
Orang-orang yang berkuasa
di Rusia, benar-benar menjaga agar Rusia, tidak mendapat pengaruh Revolusi
Perancis. Segala kekuasaan terletak pada tangan Tsar, yang dibantu oleh
pejabat-pejabat kerajaan yang tersusun secara hirarki. Parlemen tidak ada, oleh
sebab itu kaum borjuis Rusia merasa tidak puas dengan Tsarisme dan terhadap
kaum bangsawan yang memiliki tanah yang luas.[6]
2.
Kelas buruh di Rusia dalam
beberapa hal berbeda coraknya dengan kelas buruh di daerah lain di Eropa.
Dengan bantuan capital asing industry Rusia, tumbuh dengan pesatnya, industry
boleh dikatakan terpusat. Jumlah pabrik tidak banyak, tetapi masing-masing
merupakan perusahaan besar. Buruhnya beribu-ribu bahkan berpuluh ribu, oleh
karena itu, lebih mudah merasakan rasa senasib dan sepenanggungan daripada
misalnya di tanah Perancis, walaupun jumlah buruhnya lebuh banyak, namun
terpencar pada perusahaan-perusahaan kecil. Kecuali hal tersebut, biasanya
buruh pabrik di Rusia lebih erat hubungannya dengan desa, daripada buruh di
negara lain di Eropa. Artinya, bahwa, bahkan kaum buruh St. Petersburg dan
Moskow masih mempunyai tempat berlindung. Jika ada pemogokan atau pengangguran,
buruh Rusia dapat kembali ke desa.[7]
3.
Kaum Borjuis dan proletar Rusia
dalam perjuangannya menentang keadaan yang tidak sesuai dengan zaman itu
mempunyai sahabat ketiga yang potensial, yakni kaum tani. Pada tahun 1861 Rusia
pun menghapuskan peruluran, walaupun termasuk negara terakhir di Eropa yang
melakukan hal itu. Hal tersebut melemahkan kedudukan kaum bangsawan , tetapi
tidak memperkuak kedudukan tani, kemerdekaan itu harus mereka tebus dengan
utang. Tanah harus mereka beli dengan harga mahal, sedangkan tanah tersebut
tidak tergolong sebagai tanah yang subur. Akibatnya 70% dari kaum tani terlalu
sedikit tanahnya, pada tahun 1900 diperkirakan terdapat 7 juta petani yang
belum memiliki tanah.[8]
B.
Kekecewaan Kaum buruh, Borjuis dan Tani
System pemerintahan yang dilakukan oleh Tsar Nicholas II
merupakan kelanjutan dari system pemerintahan yang dikembangkan oleh ayahnya,
Tsar Alexander I, system pemerintahan yang digunakan adalah system pemerintahan
absolute, yakni Tsar sebagai penguasa tertinggi yang tidak dapat diganggu gugat
baik keputusan maupun perbuatannya.[9]
Pemerintahan tertinggi di Kerajaan Rusia adalah Tsar yang
dibantu oleh golongan otokrasi Rusia. Negara sangat tergantung pada perintah
dan kehendak Tsar yang “dianggap” sebagai hukum. Tsar melaksanakan
pemerintahannya dengan bantuan cabinet yang disebut dewan Kekaisaran.
Menteri-menteri dalam cabinet bertanggung jawab secara langsung kepada Tsar.
Tsar adalah kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara.
Tugas-tugas administratif dilaksanakan oleh golongan konservatif.[10]
Kekaisaran Tsar mempunyai tentara terbesar di Eropa, akan
tetapi meraka tidak memiliki sumber daya untuk berperang dalam waktu lama.
Sebelum tahun pertama perang berakhir. Negara itu mengalami berbagai macam
kekurangan. Pasukan pengganti dilatih tanpa senjata dan dikirim ke medan perang,
dimana mereka harus memunguti senjata tentara yang mati atau terluka untuk
mereka gunakan.[11]
System otokratis yang absolute mengakibatkan munculnya
pergolakan-pergolakan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan-kebijakan Tsar
yeng cenderung merugikan kelompok-kelompok kelas bawah myang terdiri dari
petani dan buruh. Pergolakan-pergolakan ini pada mulanya bersifat sporadic yang
dilakukan oleh golongan petani maupun buruh industry. Tsar mengatasi
pemberontakan-pemberontakan tersebut dengan menggunakan cara-cara yang represif
sehingga setiap pemberontakan dapat ditumpas secara kejam.[12]
Pada awal 1917, rasa tidak puas yang semakin meluas karena
pengorbanan mengerikan untuk perang, kekurangan makanan, dan harga mahal memicu
pemogokan besar-besaran serta demonstrasi yang diwarnai dengan kekerasan.[13]
Sebuah laporan polisis pada Januari 1917 dari Petrograd, ibukota yang diberi
nama baru menggambarkan situasi yang semakin buruk itu :”para ibu ini,
kelelahan karena terus menerus mengantre dan sangat tersiksa melihat anak-anak
mereka yang kelaparan dan sakit, kemungkinan akan jauh lebih cepat mengorbankan
revolusi daripada tuan-tuan miliukov, Rodichef, dkk. (para pemimpin partai
Kadet yang berhaluan Liberal), dan tentu saja jauh lebih berbahaya.[14]
Selain itu pmerintahan Tsar yang dengan fanatic percaya akan
tradisi otokrasi Rusia. Nicholas tidak mempunyai perhatian bagi aspirasi
liberal rakyatnya, usul-usul pembaharuan politik oleh Zemstvo diabaikan.
Kegelisahan pada industry, panen yang buruk, kekalahan perang terhadap Jepang
tahun 1904-1905, merupakan tahap-tahap kearah revolusi 1905, walaupun revolusi
tersebut gagal.[15]
Tumpukan kebencian dan kesedihan itu dibakar oleh sebuah
demonstrasi di ibu kota pada 23 februari, ketika sebuah mars damai untuk hak
asasi perempuan disusupi para pekerja yang mogok.[16]
Teriakan-teriakan minta makan diwarnai dengan jeritan “Gulingkan Tsar!”. Pada
26 Februari, di bawah perintah Tsar, tentara menembaki para demonstran.
Sebagian tentara merasa muak dengan apa yang mereka lakukan, kemudian keesokan
harinya revolusi pun pecah, ketika tentara yang memberontak mengamuk di
jalan-jalan, membunuh atau melucuti senjata polisi. Gerombolan orang meneriakan
“Beri Kami Makan”,”Hentikan Perang”,”Gulingakan rezim Ramonov”, dan “gulingkan
Pemerintah” menyerang markas-markas polisi.[17]
Alih-alih menyerbu gerombolan perusuh itu, puluhan ribu
tentara petani[18]
berpihak pada rakyat. Bersama-sama mereka melampiaskan kemarahan dan pembalasan
yang berkecamuk selama berhari-hari. Polisi memasang senapan mesin di atap-atap
bangunan, tapi bahkan itupun tak sanggup meredam kerusuhan.[19]
C. Titik Cerah
Tsar Nicholas II pun diberitahu, dan pada 2 Maret, dalam
rapat digaris depan, Alexander Guchknov dan Vasily Shuglin, wakil-wakil Duma,
memaparkan Opsi yang ada secara gamblang, Guchkov, situasi itu, katanya,
bukanlah “akibat konspirasi”, melainkan merupakan “gerakan yang muncul dari bawah dan langsung diwarnai anarkis
serta membuat penguasa tak berdaya”.[20]
Kekacauan itu telah meluas ke tentara, lanjut
Guchkov,”karena tak ada satupun unit militer yang tidak langsung terjangkiti
semangat gerakan itu”. Menurutnya, kudeta yang mungkin terjadi mungkin bisa
dihentikan oleh langkah radikal. Ia menjelaskan:
Rakyat sangat yakin, situasi itu dipicu oleh
kesalah-kesalahan penguasa, khususnya penguasa tertinggi, dan itu sebabnya
dibutuhkan tindakan yang akan menyentuh kesadaran rakyat. Satu-satunya cara
ialah mengalihkan beban pemerintah
tertinggi ke pihak lain. Rusia bisa diselamatkan, jika anda yang mulia,
mengumumkan bahwa anda mengalihkan kekuasaan kepada putera anda yang masih
kecil, jika anda menyerahkan kekuasaan kepada Grand Duke Mikhail Alexandrovich,
dan jika atas nama anda dan atas nama penguasa
dikeluarkan pemerintah untuk membentuk pemerintahan baru, mungkin Rusia
bisa diselamatkan. Saya mengatakan mungkin karena beberapa peristiwa terjadi
dengan capat.[21]
Terguncang oleh perubahan keadaan itu, Nicholas II menerima
hal yang tak bisa dihindarinya. Pada tanggal 3 Maret 1917, ia melepaskan
takhta, juga atas nama puteranya yang sakit parah. Tsar turun untuk digantikan
oleh saudaranya Grand Duke Mikhail, yang mencoba mendapatkan jaminan dukungan
di ibu kota. Ia meminta tokoh pimpinan Duma, termasuk pangeran Georgii Lvov,
Mikhail Rodzianko, dan Alexander Kerensky, untuk menjamin keamanannya jika ia
menerima mahkota Tsar, tidak ada yang
bersedia, karena itu Mikhail terpaksa menolak pengangkatan dirinya sebagai
Tsar. Kenyataannya, sepertiga anggota Duma membentuk “Komisi Sementara” pada
sore 27 Februari, yang pada 2 Maret, dengan turunnya Tsar, menjadi pemerintahan
sementara yang baru.[22] Akhirnya,
pada bulan jumi 1918, Tsar dan keluarganya di bunuh oleh kaum Revolusioner.[23]
Duta Besar Amarika di Petrograd menyaksikan apa yang
dianggapnya “Revolusi yang paling menakjubkan”. Ia melaporkan bahwa sebuah
bangsa berpenduduk 200 juta yang sudah 1000 tahun hidup di bawah monarki absolut
berhasil memaksa kaisar mereka turun takhta nyaris tanpa kekerasan. Pemerintah
dinasti Romanovlyang beRusia 300 tahun pun berakhir sudah, sebenarnya revolusi
itu bukannya “Tanpa pertumpahan darah”, karena di Petrograd saja korban tewas
atau luka sekitar 1.443 orang (menurut perhitungan pemerintah baru) namun,
angka itu pun tak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang kemudian terjadi.[24]
D. Pasca Revolusi
Partai komunis yang utama, RSDLP (Russian Social Democratic
Labor Party), termasuk faksi Bolshevik dan Menshevik, tidak berperan dalam
revolusi liberal yang menggulingkan dinasti Manov, Lenin sedang berada di
Swiss. Stalin terisolasi di Siberia barat, di pengasingan sejak 1913.
Kebanyakan pemimpin puncak Bolshevik dan Menshevik yang lain juga berada sangat
jauh dari peristiwa itu-Leon Trotsky dan Nikolai Bukharin berada 8.000 Km dari Rusia
di Amerika Utara.[25]
Namun, hanya sekitar tujuh bulan setelah Revolusi Liberal
bulan Februari itu, dunia mendengar tentang revolusi komunis bulan Oktober,
dipimpin oleh Lenin dan Bolshevik. Revolusi itu mengubah arah sejarah dunia,
dan abad ke 20 menjadi abad yang paling berdarah.[26]
Dalam artikel terkenal di Pravda pada April 1917, Lenin berkomentar bahwa “pertanyaan
mendasar setiap revolusi adalah tentang kekuasaan negara”, ia ingin secepat
mungkin memilikinya, ia tak peduli pada kata-kata indah para pembuat konstitusi
atau pendukung hak-hak sipil. Ia lebih suka mengatakan ada “kekuasaan ganda”,
yang terwujud dalam pemerintahan sementara dan pemerintahan Soviet.[27]
Program Lenin terangkum dalam Frasa “Semua kekuasaan bagi
pemerintahan Soviet”, yang merupakan seruan untuk meggulingkan pemerintahan
sementara, ia secara eksplisit menolak republic parlementer dan demokrasi yang
sianggapnya sebagai langkah mundur. Ia menginginkan sebuah republic pekerja,
petani dan jenis-jenis Soviet yang lain, untuk memobilisasi dukungan itu, ia
siap menyita semua property tanah dan menasionalisaikan semua tanah (untuk diserahkan
kepada petani Soviet) ia mengatakan bahwa “memperkenalkan sosialisme” bukan
masalah mudah, dan bahwa hal itu akan harus diperjuangkan menggunakan
kekerasan.[28]
Slogan yang dicanangkannya hingga saat itu tidak efektif.
Karena itu, tuntutannya hanyalah “kediktatoran proletarian diwujudkan melalui
perantaraan partai Bolshevik”. Dalam selebaran yang ditulisnya pada
Agustus-September 1917, ia menvoba mengoreksi pandangan para pengikutnya bahwa
pada akhirnya “Pemerintahan akan pudar” secara damai. Lenin mengatakan kepada
para kamerad yang goyah, bahwa kediktatoran proletariat tidak bisa diciptakan
tanpa reevolusi dengan kekerasan. Mesin negara lama dan perlawanan para
pengeksploitasi kapitalis, harus dihancurkan. Kediktatoran yang terdengar
imprisif. Organisasi barisan depan kaum tertindas akan mengambil alih dan tidak
sekedar memperjuangkan demokrasi untuk minoritas serta akan berjuang untuk
membentuk masyarakat yang komunis.[29]
Dukungan juga datang dari kegagalan pemerintahan semntara dimana
dewan pemerinta Petrograd semakin meningkatkan kondisi kritis tiba-tiba,
mengizinkan tentara memilih dewan pengelola angkatan bersenjata, mereka
melampaui instruksi itu dengan menghapus tata tertib militer, dan bahkan
mengangkat perwira. Tak ada lagi salut. Hierarki social satu persatu rontok,
termasuk di pabrik, tempat para bos dan pemilik dipermalukan serta diserang.
Para petani mulai merebut tanah dan melakukan p0embakaran serta pembuhnuhan,
orde lama berantakan, tapi secara mengejutkan tetap punya lebuh banyak dukungan
disbanding anggapan umum.[30]
Bolshevik mencoba memanfaatkan gelombang demonstran di
Petrograd, terjadi pemberontakan di Petrograd dan Moakwa pada 20-21 april, yang
dianggap sebagian orang sebagai upaya kudeta pertama Bolshevik. Yang jelas,
pemerintah sementara nyaris tidak dapat bertahan dari krisis besar pertama itu.
Dan pada tanggal 4 Juli sebanyak 50.000 tentara serta pekerja bersiap untuk
menyerbi dewan dan pemerintahan sementara. Tidak bisa dipastikan apakan saat
itu Bolshevik telah merencanakan kudeta atau mencoba memanfaatkan situasi
kacau.
Kekacauan yang terjadipun akirnya diakhiri pada tanggal 23
Oktober dimana, Lenin dan Bolshevik berhasil mengkudeta pemerintahan dan menyatakan bahwa pemerintahan telah
digulingkan. Satu jem setelah Kenrensky (Menteri Perang) melarikan diri dengan
menyamar.
[1]
J.M. Romein. 1950. AERA EROPA. Bandung:
G A N A C O” N.V. hal 153-154
[2] Ibid.,
[3] Ibid., hal 18
[4]
J.M. Romein. 1950. AERA EROPA. Bandung:
G A N A C O” N.V. hal 154
[5]
Ibid
[6]
Ibid., hal 154
[7]
Ibid., hal 155
[8]
Ibid., hal 155
[9]
Hans Kohn. 1966. Basic History of Modern
Russia. Terj. Hasjim Djalal. Dasar
Sejarah Rusia Modern. Jakarta: Bhatara,
hlm. 50, diambil dari skripsi Fransisca Liberti
[10]
Walter Counselo Langsam. 1963. World
History Since 1870. New York: Homas Y. Cromwell Company, Hlm 68, diambil
dari skripsi Fransisca Liberti
[11]
Gellately, Robert.2011. Lenin, Stalin,
dan Hitler.Jakarta:Gramedia. Hal 28
[12]
Robinson Gerold Tangary. 1969. Rural Rusia
under The Old Regime. Barkeley: University of California Press, hlm
231-232, dalam skripsi Fransisca Liberti
[13]
Trotsky, Leon. 1930. The History Of the
Russian Revolution. Hal 75
[14]
Robinson Gerold Tangary. Op cit., hal
28
[15]Mawarti
Djoened P.1982. Tokoh dan Peristiwa dalam Sejarah Eropa 1815-1945. Jakarta:
Erlangga. Hal:181
[16]
Trotsky, Leon. 1930. The History Of the
Russian Revolution. Hal 74
[17]
Gellately, Robert.2011. Lenin, Stalin,
dan Hitler.Jakarta:Gramedia. Hal 28
[18]
yang
mentalitasnya dibentuk oleh puluhan tahun kekecewaan pada pemerintah
[19]
Gellately, Robert. 2011. Lenin, Stalin,
dan Hitler.Jakarta:Gramedia. Hal 28 dikutip dari Laporan Duta Besar Amerika
di Kementrian luar Negeri Amerika Serikat, Papers
Relating to the Foreign relation of the United States, 1918. Russia (Washington,
D.C., 1918), jilidI, 1-14.
[20]
Ibid., Hal 29
[21]
Ibid
[22]
Ibid., hal 30
[23]
Simon Adams. 2007. Sejarah Dunia dari
Mesir Kuno Hingga Tsunami Asia-Panduan Utama tentang Sejarah Dunia. TrJ
Damaring Tyas dkk. Jakarta: Erlangga, hal 300
[24]
Ibid., hal 30
[26] Ibid., hal 30
[27] Ibid., hal 36
[28] Ibid., hal 38
[29] Ibid., hal 42
[30] Ibid., hal 40
0 komentar:
Posting Komentar