Selasa, 22 April 2014

Revolusi Liberal di Rusia Tahun 1917

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Telah diketahui bahwa revolusi Perancis membawa persamaan terhadap undang-undang bagi semua Paura. Tentara Napoleon menyebarkan faham itu ke daerah Eropa yang dikuasainya. Persamaan sarekat itu justru mengingatkan orang mengenai persamaan apa yang belum ada. Disamping persamaan politik dan hukum, belum ada persamaan dalam ekonomi, social dan intelektual. Justru sekaranglah pengusaha kapitalis berhadapan dengan kaum buruh.[1]
Sejak pemerintah Peter Agung (1689-1725), Rusia mulai membuka diri terhadap pengaruh Eropa, Peter Agung mendirikan ibu kota baru yaitu St. Petersburg. Beberapa reformasi Peter Agung untuk mengatasi keterbelakangan Rusia antara lain: mempelajari system perkapalan di negara-negara Eropa, mendirikan sekolah untuk mempelajari matematika dan bahasa asing, menerjemahkan buku-buku serta mendirikan surat kabar dll.
Pada akhir abad ke-18 ternyata modernisasi tidak mampu membawa petani ke kehidupan yang jauh lebih baik, banyak penyimpangan UU tahun 1861, yang terjadi justru adanya jurang kehidupan antara kaum bangsawan dengan buruh tani.
Pengusaha boleh dikatakan dapat mengumpulkan kekayaan tanpa batas, sedangkan kaum buruh tidak mempunyai apa-apa kecuali tenaga buruhnya, terpaksa membanting tulang selama hidupnya dengan upah rendah, tidak mempunyai kesempatan untuk memajukan diri dan anak-anaknya untuk meningkatkan taraf hidupnya.[2]
Para pemimpin Rusia dari Tsar Alexander I sampai Tsar Alexander II telah berhasil membangun Rusia menjadi negara adidaya di eropa. Hal ini dapat dibuktikan dengan kuatnya militer Rusia serta wilayah kerajaan Rusia. Pada akhir pemerintahan Tsar Nicholas II, sebetulnya pertumbuhan ekonomi terutama dalam bidang industry dapat dibanggakan. Namun di sisi lain, para petani tersiksa karena dipaksa membayar pajak yang semakin tinggi untuk mebiayai pembangunan Industri.
Ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Tsar yang Otokratis menyebabkan munculnya pemogokan yang akhirnya bergolak menjadi revolusi menuntut Tsar untuk turun dari takhtanya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Kekuatan Baru dan Faham Baru
Rusia pada tahun 1914 bisa dikatakan merupakan negara yang paling represif secara politis. Masyarakatnya masih agraris  dan belum berkembang, dengan lebih dari 100 bahasa yang digunakan populasi multietnisnya. Sebesar 79% dari mereka buta huruf menurut sensus tahun 1879, sebaliknya Jerman adalah negara modern, berbudaya tinggi, homogen secara etnis, dengan perekonomian yang maju negara itu sudah lama mencapai tingkat melek huruf yang mendekati 100% dan sedang berkembang menuju demokrasi liberal.[3]
Sedang di Rusia, seperti yang sudah di bahas pada bab pendahuluan, masih sangat morat-marit, terjadi stratifikasi social yang begitu parah antara kaum borjuis dengan para buruh. Sampai timbulah faham sosialisme yang mengingikan masyarakat yang lain coraknya, dimana mereka akan mengganti produksi demi laba menjadi produksi demi kepentingan bersama. Salah seorang dari mereka ialah Karl Marx. Setelak menyelidiki secara seksama kehidupan masyarakat komunis, ia yakin bahwa hanya satu kelas yang dapat merubah hal itu, mereka adalah kelas buruh.[4]
Sesudah pertengahan abad 19 faham itu semakin termakan oleh kaum buruh yang jumlahnya selalu meningkat tetapi baru pada abad 20 revolusi buruh terjadi, yakni pada tahun 1905, namun gagal yang kemudian, pada tahun 1917 berhasil. Faham sosialis itupun mendapat kesempatan baik dalam mata rantai kapitalis yang lemah, yakni di Rusia yang kira-kira tahun 1900 dimana masih merupakan negara setengah colonial.[5]
Agar dapat memahmi dengan baik akan seluk beluk hal tersebut, ada tiga hal yang perlu diketahui:
1.      Orang-orang yang berkuasa di Rusia, benar-benar menjaga agar Rusia, tidak mendapat pengaruh Revolusi Perancis. Segala kekuasaan terletak pada tangan Tsar, yang dibantu oleh pejabat-pejabat kerajaan yang tersusun secara hirarki. Parlemen tidak ada, oleh sebab itu kaum borjuis Rusia merasa tidak puas dengan Tsarisme dan terhadap kaum bangsawan yang memiliki tanah yang luas.[6]
2.      Kelas buruh di Rusia dalam beberapa hal berbeda coraknya dengan kelas buruh di daerah lain di Eropa. Dengan bantuan capital asing industry Rusia, tumbuh dengan pesatnya, industry boleh dikatakan terpusat. Jumlah pabrik tidak banyak, tetapi masing-masing merupakan perusahaan besar. Buruhnya beribu-ribu bahkan berpuluh ribu, oleh karena itu, lebih mudah merasakan rasa senasib dan sepenanggungan daripada misalnya di tanah Perancis, walaupun jumlah buruhnya lebuh banyak, namun terpencar pada perusahaan-perusahaan kecil. Kecuali hal tersebut, biasanya buruh pabrik di Rusia lebih erat hubungannya dengan desa, daripada buruh di negara lain di Eropa. Artinya, bahwa, bahkan kaum buruh St. Petersburg dan Moskow masih mempunyai tempat berlindung. Jika ada pemogokan atau pengangguran, buruh Rusia dapat kembali ke desa.[7]
3.      Kaum Borjuis dan proletar Rusia dalam perjuangannya menentang keadaan yang tidak sesuai dengan zaman itu mempunyai sahabat ketiga yang potensial, yakni kaum tani. Pada tahun 1861 Rusia pun menghapuskan peruluran, walaupun termasuk negara terakhir di Eropa yang melakukan hal itu. Hal tersebut melemahkan kedudukan kaum bangsawan , tetapi tidak memperkuak kedudukan tani, kemerdekaan itu harus mereka tebus dengan utang. Tanah harus mereka beli dengan harga mahal, sedangkan tanah tersebut tidak tergolong sebagai tanah yang subur. Akibatnya 70% dari kaum tani terlalu sedikit tanahnya, pada tahun 1900 diperkirakan terdapat 7 juta petani yang belum memiliki tanah.[8]
B.     Kekecewaan Kaum buruh, Borjuis dan Tani
System pemerintahan yang dilakukan oleh Tsar Nicholas II merupakan kelanjutan dari system pemerintahan yang dikembangkan oleh ayahnya, Tsar Alexander I, system pemerintahan yang digunakan adalah system pemerintahan absolute, yakni Tsar sebagai penguasa tertinggi yang tidak dapat diganggu gugat baik keputusan maupun perbuatannya.[9]
Pemerintahan tertinggi di Kerajaan Rusia adalah Tsar yang dibantu oleh golongan otokrasi Rusia. Negara sangat tergantung pada perintah dan kehendak Tsar yang “dianggap” sebagai hukum. Tsar melaksanakan pemerintahannya dengan bantuan cabinet yang disebut dewan Kekaisaran. Menteri-menteri dalam cabinet bertanggung jawab secara langsung kepada Tsar. Tsar adalah kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Tugas-tugas administratif dilaksanakan oleh golongan konservatif.[10]
Kekaisaran Tsar mempunyai tentara terbesar di Eropa, akan tetapi meraka tidak memiliki sumber daya untuk berperang dalam waktu lama. Sebelum tahun pertama perang berakhir. Negara itu mengalami berbagai macam kekurangan. Pasukan pengganti dilatih tanpa senjata dan dikirim ke medan perang, dimana mereka harus memunguti senjata tentara yang mati atau terluka untuk mereka gunakan.[11]
System otokratis yang absolute mengakibatkan munculnya pergolakan-pergolakan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan-kebijakan Tsar yeng cenderung merugikan kelompok-kelompok kelas bawah myang terdiri dari petani dan buruh. Pergolakan-pergolakan ini pada mulanya bersifat sporadic yang dilakukan oleh golongan petani maupun buruh industry. Tsar mengatasi pemberontakan-pemberontakan tersebut dengan menggunakan cara-cara yang represif sehingga setiap pemberontakan dapat ditumpas secara kejam.[12]
Pada awal 1917, rasa tidak puas yang semakin meluas karena pengorbanan mengerikan untuk perang, kekurangan makanan, dan harga mahal memicu pemogokan besar-besaran serta demonstrasi yang diwarnai dengan kekerasan.[13] Sebuah laporan polisis pada Januari 1917 dari Petrograd, ibukota yang diberi nama baru menggambarkan situasi yang semakin buruk itu :”para ibu ini, kelelahan karena terus menerus mengantre dan sangat tersiksa melihat anak-anak mereka yang kelaparan dan sakit, kemungkinan akan jauh lebih cepat mengorbankan revolusi daripada tuan-tuan miliukov, Rodichef, dkk. (para pemimpin partai Kadet yang berhaluan Liberal), dan tentu saja jauh lebih berbahaya.[14]
Selain itu pmerintahan Tsar yang dengan fanatic percaya akan tradisi otokrasi Rusia. Nicholas tidak mempunyai perhatian bagi aspirasi liberal rakyatnya, usul-usul pembaharuan politik oleh Zemstvo diabaikan. Kegelisahan pada industry, panen yang buruk, kekalahan perang terhadap Jepang tahun 1904-1905, merupakan tahap-tahap kearah revolusi 1905, walaupun revolusi tersebut gagal.[15]
Tumpukan kebencian dan kesedihan itu dibakar oleh sebuah demonstrasi di ibu kota pada 23 februari, ketika sebuah mars damai untuk hak asasi perempuan disusupi para pekerja yang mogok.[16] Teriakan-teriakan minta makan diwarnai dengan jeritan “Gulingkan Tsar!”. Pada 26 Februari, di bawah perintah Tsar, tentara menembaki para demonstran. Sebagian tentara merasa muak dengan apa yang mereka lakukan, kemudian keesokan harinya revolusi pun pecah, ketika tentara yang memberontak mengamuk di jalan-jalan, membunuh atau melucuti senjata polisi. Gerombolan orang meneriakan “Beri Kami Makan”,”Hentikan Perang”,”Gulingakan rezim Ramonov”, dan “gulingkan Pemerintah” menyerang markas-markas polisi.[17]
Alih-alih menyerbu gerombolan perusuh itu, puluhan ribu tentara petani[18] berpihak pada rakyat. Bersama-sama mereka melampiaskan kemarahan dan pembalasan yang berkecamuk selama berhari-hari. Polisi memasang senapan mesin di atap-atap bangunan, tapi bahkan itupun tak sanggup meredam kerusuhan.[19]
C.      Titik Cerah
Tsar Nicholas II pun diberitahu, dan pada 2 Maret, dalam rapat digaris depan, Alexander Guchknov dan Vasily Shuglin, wakil-wakil Duma, memaparkan Opsi yang ada secara gamblang, Guchkov, situasi itu, katanya, bukanlah “akibat konspirasi”, melainkan merupakan “gerakan yang muncul  dari bawah dan langsung diwarnai anarkis serta membuat penguasa tak berdaya”.[20]
Kekacauan itu telah meluas ke tentara, lanjut Guchkov,”karena tak ada satupun unit militer yang tidak langsung terjangkiti semangat gerakan itu”. Menurutnya, kudeta yang mungkin terjadi mungkin bisa dihentikan oleh langkah radikal. Ia menjelaskan:
Rakyat sangat yakin, situasi itu dipicu oleh kesalah-kesalahan penguasa, khususnya penguasa tertinggi, dan itu sebabnya dibutuhkan tindakan yang akan menyentuh kesadaran rakyat. Satu-satunya cara ialah mengalihkan beban  pemerintah tertinggi ke pihak lain. Rusia bisa diselamatkan, jika anda yang mulia, mengumumkan bahwa anda mengalihkan kekuasaan kepada putera anda yang masih kecil, jika anda menyerahkan kekuasaan kepada Grand Duke Mikhail Alexandrovich, dan jika atas nama anda dan atas nama penguasa  dikeluarkan pemerintah untuk membentuk pemerintahan baru, mungkin Rusia bisa diselamatkan. Saya mengatakan mungkin karena beberapa peristiwa terjadi dengan capat.[21]
Terguncang oleh perubahan keadaan itu, Nicholas II menerima hal yang tak bisa dihindarinya. Pada tanggal 3 Maret 1917, ia melepaskan takhta, juga atas nama puteranya yang sakit parah. Tsar turun untuk digantikan oleh saudaranya Grand Duke Mikhail, yang mencoba mendapatkan jaminan dukungan di ibu kota. Ia meminta tokoh pimpinan Duma, termasuk pangeran Georgii Lvov, Mikhail Rodzianko, dan Alexander Kerensky, untuk menjamin keamanannya jika ia menerima mahkota Tsar, tidak  ada yang bersedia, karena itu Mikhail terpaksa menolak pengangkatan dirinya sebagai Tsar. Kenyataannya, sepertiga anggota Duma membentuk “Komisi Sementara” pada sore 27 Februari, yang pada 2 Maret, dengan turunnya Tsar, menjadi pemerintahan sementara yang baru.[22] Akhirnya, pada bulan jumi 1918, Tsar dan keluarganya di bunuh oleh kaum Revolusioner.[23]
Duta Besar Amarika di Petrograd menyaksikan apa yang dianggapnya “Revolusi yang paling menakjubkan”. Ia melaporkan bahwa sebuah bangsa berpenduduk 200 juta yang sudah 1000 tahun hidup di bawah monarki absolut berhasil memaksa kaisar mereka turun takhta nyaris tanpa kekerasan. Pemerintah dinasti Romanovlyang beRusia 300 tahun pun berakhir sudah, sebenarnya revolusi itu bukannya “Tanpa pertumpahan darah”, karena di Petrograd saja korban tewas atau luka sekitar 1.443 orang (menurut perhitungan pemerintah baru) namun, angka itu pun tak ada apa-apanya dibandingkan dengan  apa yang kemudian terjadi.[24]
D.     Pasca Revolusi
Partai komunis yang utama, RSDLP (Russian Social Democratic Labor Party), termasuk faksi Bolshevik dan Menshevik, tidak berperan dalam revolusi liberal yang menggulingkan dinasti Manov, Lenin sedang berada di Swiss. Stalin terisolasi di Siberia barat, di pengasingan sejak 1913. Kebanyakan pemimpin puncak Bolshevik dan Menshevik yang lain juga berada sangat jauh dari peristiwa itu-Leon Trotsky dan Nikolai Bukharin berada 8.000 Km dari Rusia di Amerika Utara.[25]
Namun, hanya sekitar tujuh bulan setelah Revolusi Liberal bulan Februari itu, dunia mendengar tentang revolusi komunis bulan Oktober, dipimpin oleh Lenin dan Bolshevik. Revolusi itu mengubah arah sejarah dunia, dan abad ke 20 menjadi abad yang paling berdarah.[26]
Dalam artikel terkenal di Pravda pada April 1917, Lenin berkomentar bahwa “pertanyaan mendasar setiap revolusi adalah tentang kekuasaan negara”, ia ingin secepat mungkin memilikinya, ia tak peduli pada kata-kata indah para pembuat konstitusi atau pendukung hak-hak sipil. Ia lebih suka mengatakan ada “kekuasaan ganda”, yang terwujud dalam pemerintahan sementara dan pemerintahan Soviet.[27]
Program Lenin terangkum dalam Frasa “Semua kekuasaan bagi pemerintahan Soviet”, yang merupakan seruan untuk meggulingkan pemerintahan sementara, ia secara eksplisit menolak republic parlementer dan demokrasi yang sianggapnya sebagai langkah mundur. Ia menginginkan sebuah republic pekerja, petani dan jenis-jenis Soviet yang lain, untuk memobilisasi dukungan itu, ia siap menyita semua property tanah dan menasionalisaikan semua tanah (untuk diserahkan kepada petani Soviet) ia mengatakan bahwa “memperkenalkan sosialisme” bukan masalah mudah, dan bahwa hal itu akan harus diperjuangkan menggunakan kekerasan.[28]
Slogan yang dicanangkannya hingga saat itu tidak efektif. Karena itu, tuntutannya hanyalah “kediktatoran proletarian diwujudkan melalui perantaraan partai Bolshevik”. Dalam selebaran yang ditulisnya pada Agustus-September 1917, ia menvoba mengoreksi pandangan para pengikutnya bahwa pada akhirnya “Pemerintahan akan pudar” secara damai. Lenin mengatakan kepada para kamerad yang goyah, bahwa kediktatoran proletariat tidak bisa diciptakan tanpa reevolusi dengan kekerasan. Mesin negara lama dan perlawanan para pengeksploitasi kapitalis, harus dihancurkan. Kediktatoran yang terdengar imprisif. Organisasi barisan depan kaum tertindas akan mengambil alih dan tidak sekedar memperjuangkan demokrasi untuk minoritas serta akan berjuang untuk membentuk masyarakat yang komunis.[29]
Dukungan juga datang dari kegagalan pemerintahan semntara dimana dewan pemerinta Petrograd semakin meningkatkan kondisi kritis tiba-tiba, mengizinkan tentara memilih dewan pengelola angkatan bersenjata, mereka melampaui instruksi itu dengan menghapus tata tertib militer, dan bahkan mengangkat perwira. Tak ada lagi salut. Hierarki social satu persatu rontok, termasuk di pabrik, tempat para bos dan pemilik dipermalukan serta diserang. Para petani mulai merebut tanah dan melakukan p0embakaran serta pembuhnuhan, orde lama berantakan, tapi secara mengejutkan tetap punya lebuh banyak dukungan disbanding anggapan umum.[30]
Bolshevik mencoba memanfaatkan gelombang demonstran di Petrograd, terjadi pemberontakan di Petrograd dan Moakwa pada 20-21 april, yang dianggap sebagian orang sebagai upaya kudeta pertama Bolshevik. Yang jelas, pemerintah sementara nyaris tidak dapat bertahan dari krisis besar pertama itu. Dan pada tanggal 4 Juli sebanyak 50.000 tentara serta pekerja bersiap untuk menyerbi dewan dan pemerintahan sementara. Tidak bisa dipastikan apakan saat itu Bolshevik telah merencanakan kudeta atau mencoba memanfaatkan situasi kacau.
Kekacauan yang terjadipun akirnya diakhiri pada tanggal 23 Oktober dimana, Lenin dan Bolshevik berhasil mengkudeta pemerintahan dan  menyatakan bahwa pemerintahan telah digulingkan. Satu jem setelah Kenrensky (Menteri Perang) melarikan diri dengan menyamar.



[1] J.M. Romein. 1950. AERA EROPA. Bandung: G A N A C O” N.V.  hal 153-154
[2] Ibid.,
[3] Ibid., hal 18
[4] J.M. Romein. 1950. AERA EROPA. Bandung: G A N A C O” N.V.  hal 154
[5] Ibid
[6] Ibid., hal 154
[7] Ibid., hal 155
[8] Ibid., hal 155
[9] Hans Kohn. 1966. Basic History of Modern Russia. Terj. Hasjim Djalal. Dasar Sejarah Rusia Modern. Jakarta: Bhatara, hlm. 50, diambil dari skripsi Fransisca Liberti
[10] Walter Counselo Langsam. 1963. World History Since 1870. New York: Homas Y. Cromwell Company, Hlm 68, diambil dari skripsi Fransisca Liberti
[11] Gellately, Robert.2011. Lenin, Stalin, dan Hitler.Jakarta:Gramedia. Hal 28
[12] Robinson Gerold Tangary. 1969. Rural Rusia under The Old Regime. Barkeley: University of California Press, hlm 231-232, dalam skripsi Fransisca Liberti
[13] Trotsky, Leon. 1930. The History Of the Russian Revolution. Hal 75
[14] Robinson Gerold Tangary. Op cit., hal 28
[15]Mawarti Djoened P.1982.  Tokoh dan Peristiwa dalam Sejarah Eropa 1815-1945. Jakarta: Erlangga. Hal:181
[16] Trotsky, Leon. 1930. The History Of the Russian Revolution. Hal 74
[17] Gellately, Robert.2011. Lenin, Stalin, dan Hitler.Jakarta:Gramedia. Hal 28
[18] yang mentalitasnya dibentuk oleh puluhan tahun kekecewaan pada pemerintah
[19] Gellately, Robert. 2011. Lenin, Stalin, dan Hitler.Jakarta:Gramedia. Hal 28 dikutip dari Laporan Duta Besar Amerika di Kementrian luar Negeri Amerika Serikat, Papers Relating to the Foreign relation of the United States, 1918. Russia (Washington, D.C., 1918), jilidI, 1-14.
[20] Ibid., Hal 29

[21] Ibid
[22] Ibid., hal 30
[23] Simon Adams. 2007. Sejarah Dunia dari Mesir Kuno Hingga Tsunami Asia-Panduan Utama tentang Sejarah Dunia. TrJ Damaring Tyas dkk. Jakarta: Erlangga, hal 300
[24] Ibid., hal 30
            [25] Gellately, Robert. 2011. Lenin, Stalin, dan Hitler.Jakarta:Gramedia hal 30
[26] Ibid., hal 30
[27] Ibid., hal 36
[28] Ibid., hal 38
[29] Ibid., hal 42
[30] Ibid., hal 40
Share:  

0 komentar:

Posting Komentar