Rabu, 28 Mei 2014

Jalannya Peristiwa G 30S

Acara penting pada tanggal 30 September 1965 ialah Musyawarah Nasional Teknik (Munastek) yang diselenggarakan oleh angkatan Darat dan Perhimpunan Insinyur Indonesia. Presiden yang juga seorang insinyur, diundang untuk membuka musyawarah ini. Sebagaimana lazimnya bila presiden akan hadir, para undangan diminta dating satu jam sebelum acara, menurut seorang peserta, acara mundur hingga berjam-jam.[1] Acara di Istora Senayan selesai pada pukul 23.00. sesudah itu Bung Karno pergi ke Istana Negara untuk mengganti pakaian.
Sementara itu di lain tempat pada pukul 20.00 bertempat di kediaman resmi Menteri/Pangau terjadi pertemuan antara Laksamana Omar Dhani bersama anggota pimpinan Angkatan Udara. Pertemuan tersebut dialkukan untuk mendengar informasi dari letkol Heru yang diperolehnya dari Mayor Udara Suyono yang isisnya mengenai “Dewan Jendral” yang hendak mengadakan kudeta pada Hari Angkatan Bersenjata, tanggal 5 Oktober. [2] Selain menyebutkan nama-nama jendral yang bersangkutan, dijelaskan pula pasukan yang disiapkan. Ditambahkan pula bahwa pasukan dibagi dalam 3 satuan tugas yang terdiri dari Pasopasti yang bertugas menangkap para Jendral, Bimasakti bertugas untuk penguasaan hedung-gedung RRI dan Telekomunikasi, serta Pringgodani sebagai satgas cadangan.
Pada pukul 04.00 menjelang fajar. Semua pasukan yang ditugaskan untuk menculik para perwira tinggi telah berada di tempat sasarannya. Ada tujuh pasukan, masing-masing untuk menangkap/menculik Jendral A.H Nasution, Letjen A. Yani, Meyjen TNI Suprapto, Meyjen TNI S. Parman, Mayor Jendral TNI Harjono MT, Brigjen TNI Sutoyo Siswomihardjo dan Brigjen TNI D.I Panjaitan.
Dalam penyergapan tersebut Jendral AH Nasution yang lolos dari sergapan operasi Paopati. Sedangkan tiga jendral lainnya (Yani, Haryono dan Pandjaitan) mati tertembak sewaktu penyergapan sedangkan yang lain bersama letnan Tendean di bunuh di tempat penehanan di Lubang Buaya.
Sementara itu presiden Soekarno, setelah acara Munastek dan kembali ke Istana untuk mengganti pakaian, langsung pergi untuk menjemput istrinya Dewi Soekarno dan menginap di kediaman Dewi di wisma Yaso jalan Brantas Jakarta Pusat. Pukul 05.45 Mangil selaku Pengawal DKP menyarankan agar Soekarno untuk sementara tinggal di Wisma Yaso, namun hal ini di tentang oleh Soekarno yang bersikeras ingin ke Istana.
Dalam perjalanan Mangil mendapat laporan dari Jatiman bahwa pasukan Angkatan Darat yang berada di sekitar Istana “Tampak Mencurigakan”. Sebab itu segera diperintahkan supaya rombongan membalik arah. Sementara itu AKBP Mangil memutuskan untuk membwa Presiden ke Kebayoran Baru, namun tidak jadi dan akhirnya presiden di bawa ke rumah kediaman Ny. Hariyati di Grogol dan tiba di sana pada pukul 07.00.
Pukul 08.30 letkol Suparto melaporkan bahwa dia telah berhasil menghubungi Panglima Angkatan Udara Omar Dhaniyang berada di PAU Halim. Dengan kehendaknya sendiri Presiden Soekarno memutuskan untuk pergi ke PAU Halim.
Sekitar pukul 07.20 pagi Masyarakat Indonesia diberitahu melalui siaran RRI bahwa G30 S yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung telah mengambil alih kekuasaan; beberapa jendral telah ditangkap karena merencanakan penggulingan pemerintahan; presiden berada di bawah perlindungan gerakan tersebut.
Sementara itu Mayor jendral Soeharto di Markas Kostrad, menurut Kolonel A, Latief, tiga kali ia berusaha melaporkan pada Soeharto tentang rencana G30S, akan tetapi baru pada kesempatan ke tiga ia bertemu dengan Soeharto di RSPAD Gatot Subroto.
Soeharto adalah sosok yang banyak menampung informasi serta petunjuk tentang akan terjadinya suatu gerakan terhadap jendral-jendral koleganya. Dan Soeharto hanya menyimpan informasi tersebut hanya untuk dirinya sendiri. Tidak melanjutkannya kepada pemimpin Angkatan Darat, dengan informasi yang cukup detail, Soeharto dengan mudah bisa membaca situasi dan segera tampil dengan gerakan pembersihan. Keberhasilan dari gerakan pembersihan yang dilakukannya kelak membawa dirinya masuk ke dalam jenjang kekuasaan luar biasa.[3]
Dalam penumpasan G30 S tersebut tidak banyak memakan waktu, hanya membutuhkan waktu relative singkat, yakni hanya sehari.  Para pelaku G30 S berhasil ditangkap, termasuk ketua umum PKI Indonesia DN Aidit yang akhirnya di bunuh di daerah Boyolali setelah sebelumnya dipaksa membuat pengakuan.
Pada tanggal 4 Oktober demonstrasi mahasiswa yang pertama dilancarkan. Salah seorang perwira staf Suharto, Brigadir Jenderal Sucipto pada tanggal 2 Oktober bahkan sudah mulai menjalin hubungan dengan pemimpin mahasiswa anti-komunis diantaranya Subchan Z.E dari NU dan Harry Tjan dari Partai Katolik. Mereka langsung memutuskan untuk membentuk suatu orgaisasi dengan nama Kesatuan Aksi Penggayangan Gestapu atau KAP-Gestapu.
Tanggal 6 Oktober sukarno mengadakan sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang setengah-setengah dan tidak tegas, seperti Pimpinan AD yang menjadi korban dari Gerakan 30 September oleh Presiden dinyatakan sebagai pahlawan –pahlawan revolusi.
Pembunuhan atas mereka itu olehnya dinyatakan sebagai pembunuhan biadab, tetapi pernyataan itu dibatasi sampai pintu ruang sidang karena saat itu ia tidak mau dunia luar mendengar banyak tentang aksi keji itu, Soekarno mengutuk pembentukan apa yang dinamakan Dewan Revolusi Akhirnya sepanjang tersangkut gerakan 30 september pada umumnya ia menghendaki, seperti telah dinyatakan terlebih dahulu agar penyelesaian politik diserahkan padanya.



[1]  AB. Lapian. 2012. Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional. Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, hlm 86-87
            [2] AB. Lapian. Ibid., hlm 90-91
            [3] Julius Pour. 2010. Gerakan 30 September. Pelaku, Pahlawan dan Petualanga. Jakarta, Kompas. Hlm 302
Share:  

Latar Belakang G 30S

Pada masa pergerakan nasional  semua organisasi atau partai-partai politik dapat bekerja sama  dengan partai atau organisasi politik  lainnya meskipun asas mereka  tidak sama.[1] Yang membedakan hanyalah taktik dan strategi untuk mengusir kolonialisme Belanda.[2]
Perjuangan gigih rakyat Indonesia mencapai puncaknya pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.  Organisasi massa dan partai politik  yang sempat tumbuh  pada zaman Hindia Belanda, dan dibubarkan pada masa pendudukan Jepang.
Akan tetapi kemerdekaan Indonesia justru mendorong partai politik dan ormas tumbuh serta berkembang sendiri-sendiri dengan mengusung ideology masing-masing. Mereka mengutamakan ideology diatas kepentingan nasional, sehingga menyebabkan perpecahan didalam tubuh masyarakat. BKR,TKR lalu Angkatan Perang Republik Indonesia kemudian Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Tentara nasional yang seharusnya berdiri diatas semua golongan dan mengayomi rakyat, ternyata sebagian anggotanya menjadi pendukung partai politik tertentu, kemudian pertikaian antara elite politik dan elite militer semakin menjadi.[3]
Yang perlu diingat Perpolitikan Indonesia tahun 1950-an ditandai oleh tiga kekuatan besar. Kelompok pertama adalah kaum nasionalis, diwakili oleh Partai Nasional Indonesia (PNI), kelompok kedua yaitu militer atau Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan kelompok yang ketiga adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). presiden Soekarno sendiri sejak masa mudanya mempunyai gagasan mempersatukan ketiganya. Dalam usahanya menggalang persatuan Presiden memaklumkan prinsip nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis), pencerminan golongan-golongan dalam masyarakat.[4]
Keberadaan kelompok militer pada mulannya sebagai alat Negara yang memiliki tugas dan tanggung jawab di bidang pertahanan dan keamanan. Tugas utama TNI adalah menjaga kedaulatan Negara dari ancaman luar dan menciptakan stabilitas keamanan. Dengan demikian TNI harus menempatkan diri diatas semua golongan dan seharusnya memberi perlindungan kepada seluruh rakyat. Panglima Besar TNI Soedirman sebelum wafat sempat mengeluarkan pesan dan mengingatkan bahwa peliharalah TNI, peliharalah Angkatan Perang Kita, jangan sampai TNI dikuasai oleh oleh partai politik manapun juga.[5] Akan tetapi pesan tersebut terbukti dilangar pada tahun 150-an ketika TNI mulai tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kekuatan politik yang sangat besar.
Kedudukan Angkatan Darat semakin kuat manakala pemerintah memberikan wewenang yang lebih dalam menangani masalah Irian Barat. AD dilibatkan secara aktif dan bahkan menjadi ujung tombak dalam upaya menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda sebagai realisasi program pemerintah dalam memperbaiki masalah keuangan dan ekonomi. Dalam Operasi Jaya Wijaya untuk membenuk Irian Barat.[6]
Pengaruh politik militer juga bertambah ketika pembentukan cabinet pada bulan Juli 1959 dimana hamper sepertiga anggotanya diangkat dari kalangan militer. Militer juga memiliki wakil di DPRGR dan MPRS, Lembaga Legislatif yang baru dibentuk di era Demokrasi Terpimpin. Ini menambah bobot dan legitimasi politik dari golongan militer dan semakin memantapkan mereka untuk terjun sevara penuh dalam arena politik.[7]
Meskipun begitu, AD sama sekali tidak homogen. Tampak dari sikap AD di bawah Nasution yang memiliki loyalitas terbatas kepada Soekarno, namun di bagian lain seperti divisi Diponogoro dan Brawijaya memiliki kecenderungan “Soekarnois”, sedangkan hal tersebut tidak Nampak pada divisi Siliwangi Jawa Barat. Hal tersebut bukannya tidak disadari oleh Soekarno, ia berusaha agar kecenderungan tersebut tidak berlanjut, namun AD di bawah Nasution membuat Soekarno tidak bisa berbuat banyak.
Di lain pihak Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian mempunya sikap yang berkebalikan, terutama untuk AURI di bawah komando Suryadarma dan Omar Dhani, yang mempunya sikap plitik yang lebih bersesuaian dengan golongan kiri. Contohnya ketika AURI, Angkatan Laut, serta kepolisian  secara penuh mendukung kampanye Dwikora, namun berbeda dengan AD yang hanya mendukung secara verbal tanpa adanya aksi nyata.
Sementara itu di pihak Partai Komunis Indonesia Semenjak kegagalan pemberontakan Madiun September 1948 berdampak buruk bagi citra Partai Komunis Indonesia untuk tumbuh di masyarakat. Citra buruk pasca Tragedi Madiun 1948 itu berkenanan dengan keberhasilan pihak-pihak provokator yang anti terhadap PKI serta menabur kebencian di kalangan masyarakat terhadap Front Demokrasi Rakyat (FDR), khususnya PKI sebagai kelompok mayoritas dalam FDR, sehingga pihak-pihak yang telah terprovokasi melakukan penangkapan dan pembunuhan masal terhadap tokoh dan kader-kader PKI. Peristiwa Madiun 1948 menyebabkan PKI tercerai berai, namun PKI mampu mengatasinya dan membangun kembali kader-kader yang selamat.
Partai Komunis Indonesia memasuki tahun 1950-an dengan memilih strategi kooperatif dengan soekarno.[8] Tokoh-tokoh PKI mencoba menghilangkan kesan buruk dengan memanfaatkan hak yang ada untuk tampil legal dalam konstelasi politik Indonesia. Setiap gagasan, tindakan dan kebijakan politik Soekarno, termasuk konsepsi presiden didukung sepenuhnya.[9] Dengan begitu partai PKI dapat tumbuh dan berkembang menjadi partai yang besar dan mempunyai basis masa, terutama di daerah pedesaan.
Dibawah kepemimpinan D.N. Aidit, PKI berhasil membangun kembali kembali organisasi secara rapi serta menjalin kerjasama dengan partai-partai Komunis Cina, Korea Utara. Ajakan Soekarno[10] untuk bersatu menghadapi Nekolim segera di sambut baik oleh PKI. Sikap akomodatif terhadap pemerintahan Soekarno  menjadikan kedudukan PKI semakin kuat, dilain pihak soekarno mengangap dengan mengadakan konsolidasi politik dengan PKI akan menguntungkan dan dapat mengimbangi kekuatan milter, khususnya angkatan darat, yang pro Barat dan sewaktu-waktu bisa mengancam posisinya. Pembentukan poros Jakarta-Pyongyang-Peking semakin menegaskan tuduhan mereka bahwa Soekarno tengah membawa Indonesia bergerak kearah Komunis.[11]
Tahun 1964, PKI semakin intensif dalam melakukan propaganda Komunis. PKI menyerang kelompok-kelompok yang bersebrangan dengan komunis termasuk Angkatan Darat. Persaingan semakin nyata ketika AD menolak pembentukan Kabinet Gotong Royong yang memasukkan unsur-unsur PKI di dalamnya. Sementara PKI semakin kuat posisinya dalam pemerintahan.
Selain PKI dan AD yang menjadi salah salah satu pemeran dalam peristiwa ini terlepas dari benar atau tidaknya keikutsertaannya. Kita juga harus melihat posisi Indonesia saat itu, dimana kecondongan presiden Soekarno terhadap komunis membuat Amerika merasa terancam sehingga menimbulkan opini lain yakni adanya campur tangan CIA dalam peristiwa G30 S ini. Terlebih saat itu perang dingin antara Uni Soviet dengan Amerika masih berlangsung.



[1] James Luhilima. 2007. Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965 Melihat Peristiwa G30S dari Perspektif Lain. Jakarta:Kompas
[2] Beberapa strategi yang mereka usung adalah semangat Non-kooperasi, dan taktik Kooperasi. Perbedaan kedua kelompok tersebut terletak hanya pada cara-cara mewujudkan bangsa dan kemerdekaan. Sekarang, setelah para pemimpin non-kooperasi tersingkir, perbedaan itu pun cuma tinggal istilah, karena penjajah tidak menghendaki kooperasi menjadi kenyataan. Kooperasi, kerjasama, samenwerking, hanya mungkin jika ada dua pihak yang sepakat melakukannya. Karena pemerintah jajahan tidak juga rela memberi jalan kerjasama, asa kooperasi ibarat bertepuk sebelah tanggan. Selengkapnya lihat tulisan Prakitri T. Simbolon. Menjadi Indonesia. Jakarta: Kompas, 2007,  hlm. 385-386.
[3] I.G. Krisnadi. Tahanan Politik Pulau Buru (1969-1979).Jakarta:LP3ES, 2001 hlm. 2
[4] G. Moedjanto. Indonesia Abad ke 20: Dari Perang Kemerdekaan Pertama Sampai PELITA III. Yogyakarta: Kanisius, 1988, hlm. 117
   [5] I.G. krisnadi, op.cit., hlm. 3
[6] Aman. 2013. Sejarah Indonesia Masa Kemerdekaan . Yogyakarta, Pujangga Press. Hlm      120
[7] Inggih Tri Sulistiyono. 2012. Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional. Jakarta, Pustaka obor Indonesia, hlm 259.
[8] Krisnandi, op.cit., hlm. 4
[9] Krisnandi, loc cit.
[10] Soekarno dikenal sebagai seseorang yang gandrung dengan persatuan semua kekuatan revolusioner, dia berusaha keras mewujudkan samenbundeling van alle revolutionaire krachten di Indonesia dengan menjalankan politik anti-Neokolim. Selengkapnya lihat tulisan I.G. Krisnadi. Tahanan Politik Pulau Buru (1969-1979).Jakarta:LP3ES, 2001, hlm. 4
[11] Ibid. hlm. 5
Share:  

Gerakan 30 September 1965

Tanggal 30 September dan tanggal 1 Oktober 1965 bisa dikatakan sebagai dua hari tergelap ditahun 1965. Hanya sedikit orang yang bisa mengetahui peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi pada dua hari itu.[1] Peristiwa tersebut bukan saja memporak-porandakan kehidupan jutaan orang, tetapi juga menjungkirbalikan kekuasaan pemerintah serta menyeret beragam akibat yang memerlukan waktu sangat lama dalam pemulihannya.[2]
Sampai sekarang ada tujuh versi tentang siapa dalang dibalik peristiwa G30S yang beredar. Mulai dari Partai Komunis Nasional (PKI), sebuah klik di Angkatan Darat sendiri, Badan Pusat Inteljen Amerika Serikat (CIA)/Pemerintah Amerika Serikat, renacana Inggris yang bertemu dengan rencana CIA, Presiden Soekarno, Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jendral Soeharto, sampai tidak ada dalang tunggal, dimana semua pihak yang terkait dalam peristiwa itu hanya bereaksi sesuai dengan perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu.[3]
Versi resmi pemerintahan Orde Baru menyebutkan bahwa dalang G30S adalah PKI, Angkatan Darat Indonesia (AURI) terlibat, dan pangkalan Angkatan Udara (PAU) Halim Perdanakusuma adalah markas G30S.[4]
Setelah Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden yang didudukinya selama hampir 31 tahun, perhimpunan Purnawirawan AURI di bawah pimpinan Laksamana Muda Udara (Purnawirawan) Sri Mulyono Herlambang, mantan  Menteri/ Panglima Angkatan Udara (Men/Pangau), maju ke depan untuk meluruskan sejarah “Berlalunya Era pemerintahan Soeharto memeberikan kesempatan bagi para pelaku sejarah untuk memaparkan kejadian sejarah selengkapnya,” kata Sri Mulyono Herlambang dalam jumpa pers yang diadakan pada tanggal 13 Oktober 1998.[5]
Sekelumit peristiwa G30S yang masih belum ditemukan kejelasannya hingga saat ini, membuat banyak sejarawan professional maupun amatir berlomba mengungkap peristiwa yang sebenarnya terjadi, tentu juga mengungkap dalang dari peristiwa tersebut. Hal ini juga yang sedang penulis coba uraikan dalam makalah ini, tentunya dengan perspektif penulis sendiri. Terlepas siapapun dalang yang berada di belakang peristiwa G30S. peristiwa tersebut telah menjadi goresan hitam dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.



[1] James Luhilima. 2007. Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965 Melihat Peristiwa G30S dari Perspektif Lain. Jakarta:Kompas, hlm.ix
[2] Ibid., hal vii
[3] Ibid., hlm 1
[4] Ibid., hlm 5
[5] Ibid., hlm 5
Share:  

Seputar Turki


https://fitririyani27.files.wordpress.com/2013/02/turki.jpg
Sekitar dua pertiga abad setelah didirikan di Anatolia pada 1300 dengan mengorbankan kekaisaran Bizantium, dan didirikan  di atas reruntuhan kerajaan Saljuk, kerajaan Turki Utsmani hanyalah sebuah emirat di daerah perbatasan.[1]
Negara ini selalu diliputi suasana peperangan dan pada saat itu senantiasa dalam keadaan genting. Ibukota Negara ini, pertama kali didirikan pada 1326, adalah Brusa (Bursa). Mendekati 1366, emirat itu telah berkembang lebih stabil, mendapatkan pijakan yang lebih kokoh di daratan Eropa, dan berkembang menjadi sebuah kerajaan besar dari Andrianopel (Edrina) sebagai ibukota nya. Penaklukan Konstantinopel pada 1453 yang dipimpin oleh Muhammad II, sang penakluk (1451-1481) secara formal mengantarkan Negara ini pada satu era yaitu era kerajaan.[2]
Puncak kegemilangan Turki Utsmani dipimpin oleh Sulayman yang oleh rakyatnya dikenal dengan sebutan “al-Qanuni”, dalam pemerintahannya, Sulayman menyempurnakan dan memperindah ibukota, serta kota-kota lain dengan mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, istana, Musoleum, jembatan, terowongan, jalur kereta dan pemandian umum.[3]
Bibit kehancuran Kerajaan Turki ialah ketika kerajaan yang secara umum diatur untuk menghadapi peperangan ketimbang memakmurkan rakyatnya, dan membangun kawasan yang tak terjangkau tangan pemerintah dengan perangkat komunikasi yang baik serta populasi yang heterogen diantara kelompok dan ras yang berbeda-beda dengan garis perpecahan yang kentara.[4]
Pada 1575 kerajaan Turki mengalami kemunduran dan merosot sekali sehingga dalam abad ke-19, Turki mendapat sebutan The Sick Man of Urope. Adapun sebab-sebab kemunduran Turki antara lain, tidak ada lagi Sultan yang kuat, Tentara Janisari merosot nilainya dan justru menjadi pengacau dan pemerintah sangat lemah sehingga menyebabkan timbulnya krisis kekuasaan.[5]
Kemerosotan yang dialami Turki dari permasalahan dalam negeri diperparah dengan campur tangan asing yang menunggu-nunggu jatuhnya Turki, seperti Rusia, Inggris, Perancis, Jerman dan Italia. Negara-negara barat tersebut ingin memperubatkan daerah Turki yang akhirnya berujung pada permasalahan Balkan mengenai status dari daerah-daerah bekas jajahan Turki.
Saat itu, nasib Turki benar-benar ditentukan dan tergantung oleh bangsa-bangsa Barat yang saling berebut kekuasaan  dan tanah jajahan. Pada 1913 gerakan Turki Muda mengadakan kudeta yang dipimpim oleh Anwar Bey sehingga Sultan Turki hanya sebagai lambang saja.
Turki kemudian mengadakan reorganisasi dalam negeri. Jabatan Sultan dan Khilafah dihapus. Pada 29 Oktober 1923 diproklamirkan berdirinya republic Turki dengan Mustafa Kemal Pasha sebagai Perdana Menteri.
Mustafa Kemal Pasha sendiri lahir pada tahun 1881 di sebuah kawasan miskin di Salonika, Turki. Ayahnya, Ali Riza, adalah seorang bekas pegawai rendahan di kantor pemerintah. Setelah mengalami dua kali kegagalan dalam bisnisnya, Ali Riza tenggelam dalam dunia hitam, menjadi peminum sebagai kompensasi kesedihannya.
Wataknya yang sangat keras, membuat pemerintahan yang dia pegang selama 15 tahun, diatur secara dictator dan bengis. Adapun kebijakan-kebijakan yang dia keluarkan semasa pemerintahannya antara lain: pembubaran Negara Islam Turki Utsmani (1922), ibu kota Turki dipindah dari Istanbul ke Ankara (1923), ia menutup sekolah-sekolah Islam yang sudah berdiri sejak lama, ia memerintahkan untuk mengganti bentuk-bentuk dan suasana masjid-mesjid seperti gereja-gereja di Negara-negara Barat dan mewajibkan jamaah menggunakan sepatu, selain itu masih banyak lagi kebijakan-kebijakan yang merubah secara total tatanan kehidupan rakyat Turki saat itu.
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tentunya sangat merubah tatanan kehidupan rakyat Turki yang mayoritas merupakan umat muslim yang sangat kuat, mengingat menariknya kajian ini, penulis ingin mengkaji jauh mendalam menganai pengaruh-pengaruh kebijakan pemerintahan Mustafa Kemal pasya ini terhadap tatanan social masyarakat Turki, termasuk sedikit mengkaji mengenai latar belakang lahirnya Negara republic Turki yang sekuler.


[1] Hitti, Philip K. 2002. History Of The Arabs. Jakarta, Serambi. Hlm 905.
[2] Ibid., hlm 905-906
[3] Ibid., hlm 912
[4] Ibid., hlm 914
   [5] Isawati. 2012. Sejarah Timur Tengah (Sejarah Asia Barat). Yogyakarta, ombak. Hlm 97
Share:  

Persahabatan

Menyenangkan, mengharukan dan terkadang menyedihkan
tempat berbagi di kala senang dan susah
namun terkadang ketika saling memahami tidak digunakan, maka akna menyebabkan permasalahan besar yang akan sangat parah dan bahkan jauh lebih parah dibandingkan permasalahan mereka yang tidak bersahabat dengan kental.

menjadi orang yang dipojokkan memang tidak mudah, namun jika itu memang benar, tidak ada yang harus disesalkan, bukan kah itu bisa menjadi suatu pelajaran berharga dan bahkan sangat berharga??

pesan yang ingin kita sampaikan, ternyata tak tersampaikan dan yang ada hanyalah rasa curiga dan sakit hati.

cawan yang pecah tidak mungkin bisa dikembalikan seperti semula

Share:  

Kordova

Kordova (permata dunia) di masa kejayaan islam, kota ini memiliki bermil-mil jalan yang rata yang disinari lampu-lampu dari rumah-rumah dipinggirnya, padahal 700 tahun paska itu, kota london baru hanya memiliki satu lampu umum, dan beberapa abad setelahnya di Paris "siapapun yang berjalan di luar rumah saat hujan, maka ia akan terjebak dalam kubangan lumpur setinggi pergelangan kaki". 
ketika oxford University menganggap mandi berendam sebagai kebiasaan para penyembah berhala, kalangan ilmuan kordova sejak lama terbiasa berendam di pemandian-pemandian mewah. sikap orang arab terhadap kaum barbar nordik (Orang2 barat saat ini) terekspresikan dalam kata-kata seorang hakim Toledo yang terpelajar, Sha'id yang beranggapan bahwa "karena matahari tidak memancarkan sinarnya secara langsung di atas kepala kaum barbar Nordik, maka cuaca di daerah itu menjadi dingin, humor-humor mereka kasar, tubuh mereka membesar, kulit mereka menipis, dan rambut mereka memanjang. mereka tidak memiliki ketajaman akal dan kecerdasan intelektual, yang tersisa hanyalah kebodohan dan keluguan". setiap kali para penguasa Leon, Navarre atau Barcelona membutuhkan ahli bedah, arsitek, penyanyi atau penjahit, maka mereka akan datang ke kordova. 
Share:  

Kamis, 08 Mei 2014

Pemimpin Yang Berintegritas

Indonesia yang saat ini mengalami krisis kepemimpinan mwngharuskannya untuk melakukan perubahan dan perbaikan di segala bidang. Tingkah polah para pemimpin atau wakil rakyat yang tidak layat dipuji membuat banyak rakyat yang semakin apatis terhadap pemerintahan, dapat dilihat salah satu dampaknya yakni ketika pemilihan umum, persentasi golput yang semakin tinggi disetiap pemilunya.
Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan kasus-kasus lainnya seakan menjadi makanan sehari-hari rakyat. Rakyat Indonesia saat ini sedang menantikan sosok pemimpin yang dapat memberikan solusi-solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia. Salah satu sikap yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin tersebut ialah sikap integritas.
Seperti yang dijelaskan dalam kamus besar bahasa Indonesia Integritas in·teg·ri·tas n mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan; kejujuran; -- nasional wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dl kehidupan bernegara.  Integritas berasal dari bahasa latin “integrate” yang artinya komplit atau tanpa cacat, sempurna, tanpa kedok. Maksudnya adalah apa yang ada di hati sama dengan apa yang kita pikirkan, ucapkan, dan lakukan (Bertens, 1994). Jika menurut penulis, integritas merupakan kesesuaian antara fikiran, ucapan dan tindakan.
Menjadi pemimpin tidak hanya bisa mengandalkan karisma atau tampang berwibawa dari pemimpin tersebut atau orasi yang berkoar-koar yang mengeluarkan banyak janji yang pada kenyataannya tidak banyak yang terealisasikan. Seorang pemimpin wajib memiliki komopetensi atau kemampuan yang diiringi dengan kejujuran dan sikap konsistensinya terhadap moral dan etika yang berlaku. Sehingga akan menimbulkan sikap atau karakter yang kuat dari pemimpin tersebut.
Di kutip dalam stan.ac.id Untuk dapat membentuk kepridian yang berintegritas diperlukan:
1.       Membangun konsep diri positif, yaitu memiliki pandangan dan perasaan yang positif mengenai diri sendiri yang akan membuat seseorang menjadi manusia yang optimis dalam menyelesaikan masalah. Kemudian merasa setara dengan orang lain, menganggap pujian sebagai kewajaran, menyadari bahwa kita tidak bisa menyenangkan semua orang dan memiliki kemampuan untuk mengubah diri. Disamping itu, kunci untuk hidup dalam integritas diantaranya adalah memiliki karakter jujur, hati yang tulus, tidak munafik, tidak menyimpan kesalahan atau konflik, pandai menjaga lidah, berani mengakui kesalahan dan bertanggung jawab terhadap komitmen yang telah kita buat kapan dan dimanapun kita berada.
2.       Melihat Integritas sebagai “Integritas seluruh bagian” baik pada komunikasi, orientasi, cara penyelesaian masalah dan hal-hal lain, tidak setengah-setengah dalam arti lain menjadi diri yang totalitas.
3.       Mengenali konsep itegritas tersebut.
Dengan membangun pribadi yang berintegritas melalui pendidikan, lingkungan kondusif dan lain-lain diharapkan dapat melahirkan pemimpin yang benar-benar memiliki integritas dalam menangani setiap permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini. Bukan pemimpin yang hanya memberikan janji manis, namun minus tindakan.



Share: