Rabu, 28 Mei 2014

Jalannya Peristiwa G 30S

Acara penting pada tanggal 30 September 1965 ialah Musyawarah Nasional Teknik (Munastek) yang diselenggarakan oleh angkatan Darat dan Perhimpunan Insinyur Indonesia. Presiden yang juga seorang insinyur, diundang untuk membuka musyawarah ini. Sebagaimana lazimnya bila presiden akan hadir, para undangan diminta dating satu jam sebelum acara, menurut seorang peserta, acara mundur hingga berjam-jam.[1] Acara di Istora Senayan selesai pada pukul 23.00. sesudah itu Bung Karno pergi ke Istana Negara untuk mengganti pakaian.
Sementara itu di lain tempat pada pukul 20.00 bertempat di kediaman resmi Menteri/Pangau terjadi pertemuan antara Laksamana Omar Dhani bersama anggota pimpinan Angkatan Udara. Pertemuan tersebut dialkukan untuk mendengar informasi dari letkol Heru yang diperolehnya dari Mayor Udara Suyono yang isisnya mengenai “Dewan Jendral” yang hendak mengadakan kudeta pada Hari Angkatan Bersenjata, tanggal 5 Oktober. [2] Selain menyebutkan nama-nama jendral yang bersangkutan, dijelaskan pula pasukan yang disiapkan. Ditambahkan pula bahwa pasukan dibagi dalam 3 satuan tugas yang terdiri dari Pasopasti yang bertugas menangkap para Jendral, Bimasakti bertugas untuk penguasaan hedung-gedung RRI dan Telekomunikasi, serta Pringgodani sebagai satgas cadangan.
Pada pukul 04.00 menjelang fajar. Semua pasukan yang ditugaskan untuk menculik para perwira tinggi telah berada di tempat sasarannya. Ada tujuh pasukan, masing-masing untuk menangkap/menculik Jendral A.H Nasution, Letjen A. Yani, Meyjen TNI Suprapto, Meyjen TNI S. Parman, Mayor Jendral TNI Harjono MT, Brigjen TNI Sutoyo Siswomihardjo dan Brigjen TNI D.I Panjaitan.
Dalam penyergapan tersebut Jendral AH Nasution yang lolos dari sergapan operasi Paopati. Sedangkan tiga jendral lainnya (Yani, Haryono dan Pandjaitan) mati tertembak sewaktu penyergapan sedangkan yang lain bersama letnan Tendean di bunuh di tempat penehanan di Lubang Buaya.
Sementara itu presiden Soekarno, setelah acara Munastek dan kembali ke Istana untuk mengganti pakaian, langsung pergi untuk menjemput istrinya Dewi Soekarno dan menginap di kediaman Dewi di wisma Yaso jalan Brantas Jakarta Pusat. Pukul 05.45 Mangil selaku Pengawal DKP menyarankan agar Soekarno untuk sementara tinggal di Wisma Yaso, namun hal ini di tentang oleh Soekarno yang bersikeras ingin ke Istana.
Dalam perjalanan Mangil mendapat laporan dari Jatiman bahwa pasukan Angkatan Darat yang berada di sekitar Istana “Tampak Mencurigakan”. Sebab itu segera diperintahkan supaya rombongan membalik arah. Sementara itu AKBP Mangil memutuskan untuk membwa Presiden ke Kebayoran Baru, namun tidak jadi dan akhirnya presiden di bawa ke rumah kediaman Ny. Hariyati di Grogol dan tiba di sana pada pukul 07.00.
Pukul 08.30 letkol Suparto melaporkan bahwa dia telah berhasil menghubungi Panglima Angkatan Udara Omar Dhaniyang berada di PAU Halim. Dengan kehendaknya sendiri Presiden Soekarno memutuskan untuk pergi ke PAU Halim.
Sekitar pukul 07.20 pagi Masyarakat Indonesia diberitahu melalui siaran RRI bahwa G30 S yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung telah mengambil alih kekuasaan; beberapa jendral telah ditangkap karena merencanakan penggulingan pemerintahan; presiden berada di bawah perlindungan gerakan tersebut.
Sementara itu Mayor jendral Soeharto di Markas Kostrad, menurut Kolonel A, Latief, tiga kali ia berusaha melaporkan pada Soeharto tentang rencana G30S, akan tetapi baru pada kesempatan ke tiga ia bertemu dengan Soeharto di RSPAD Gatot Subroto.
Soeharto adalah sosok yang banyak menampung informasi serta petunjuk tentang akan terjadinya suatu gerakan terhadap jendral-jendral koleganya. Dan Soeharto hanya menyimpan informasi tersebut hanya untuk dirinya sendiri. Tidak melanjutkannya kepada pemimpin Angkatan Darat, dengan informasi yang cukup detail, Soeharto dengan mudah bisa membaca situasi dan segera tampil dengan gerakan pembersihan. Keberhasilan dari gerakan pembersihan yang dilakukannya kelak membawa dirinya masuk ke dalam jenjang kekuasaan luar biasa.[3]
Dalam penumpasan G30 S tersebut tidak banyak memakan waktu, hanya membutuhkan waktu relative singkat, yakni hanya sehari.  Para pelaku G30 S berhasil ditangkap, termasuk ketua umum PKI Indonesia DN Aidit yang akhirnya di bunuh di daerah Boyolali setelah sebelumnya dipaksa membuat pengakuan.
Pada tanggal 4 Oktober demonstrasi mahasiswa yang pertama dilancarkan. Salah seorang perwira staf Suharto, Brigadir Jenderal Sucipto pada tanggal 2 Oktober bahkan sudah mulai menjalin hubungan dengan pemimpin mahasiswa anti-komunis diantaranya Subchan Z.E dari NU dan Harry Tjan dari Partai Katolik. Mereka langsung memutuskan untuk membentuk suatu orgaisasi dengan nama Kesatuan Aksi Penggayangan Gestapu atau KAP-Gestapu.
Tanggal 6 Oktober sukarno mengadakan sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang setengah-setengah dan tidak tegas, seperti Pimpinan AD yang menjadi korban dari Gerakan 30 September oleh Presiden dinyatakan sebagai pahlawan –pahlawan revolusi.
Pembunuhan atas mereka itu olehnya dinyatakan sebagai pembunuhan biadab, tetapi pernyataan itu dibatasi sampai pintu ruang sidang karena saat itu ia tidak mau dunia luar mendengar banyak tentang aksi keji itu, Soekarno mengutuk pembentukan apa yang dinamakan Dewan Revolusi Akhirnya sepanjang tersangkut gerakan 30 september pada umumnya ia menghendaki, seperti telah dinyatakan terlebih dahulu agar penyelesaian politik diserahkan padanya.



[1]  AB. Lapian. 2012. Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional. Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, hlm 86-87
            [2] AB. Lapian. Ibid., hlm 90-91
            [3] Julius Pour. 2010. Gerakan 30 September. Pelaku, Pahlawan dan Petualanga. Jakarta, Kompas. Hlm 302
Share:  

0 komentar:

Posting Komentar