Syiah merupakan salah satu dari dua kubu Islam
pertama yang berbeda pendapat dalam persoalam kekhalifahan. Para pengikut setia
Ali ini membentuk kelompok yang solid pada masa dinasti Umayyah, system Imamah
kemudian menjadi unsur pembeda antara kaum Sunni dan Syiah hingga saat ini. Kegigihan
kaum Syiah dengan keyakinan utama mereka terhada Ali dan putra-putranya, yang
diklaim sebagai imam sejati, yang berbeda dengan keyakinan Gereja Katolik
Romawi tentang Peter dan para penerusnya, masih tetap menjadi karakteristik
utama kelompok ini.
Jika pendiri islam menjadikan Al-quran dan wahyu sebagai media penghubung antara tuhan dan
manusia, maka orang syiah menjadikan manusia yaitu para imam sebagai
penghubung. Disamping pernyataan “saya beriman kepada Allah yang maha Esa” dan “saya
beriman kepada Al-quran, yang bersumber dari keabadian”, orang Syiah
menambahkan satu rukun iman, yakni “saya percaya bahwa imam yang dipilih secara
khusus oleh Allah sebagai pembawa ruh tuhan adalah pemimpin yang akan
membebaskan”.
Institusi Imamah merupakan bentuk penentangan
teoritis terhadap konsep sekuler tentang kekuasaan. Menurut teori Imamah, yang
berbeda dengan pandangan Sunni, seorang imam merupakan pemimpin komunitas Islam
satu-satunya yang sah, dan ditunjuk oleh tuhan untuk memegang kekuasaan
tertinggi, ia memiliki jalur keturunan langsung dari Muhammad melalui Fatimah
dan Ali, seorang imam adalah pemimpin agama dan spiritual, sekaligus sebagai
pemimpin dalam urusan dunia. Ia dianugrahi kekuatan tersembunyi yang diwariskan
oleh pendahulunya. Dengan demikian kedudukannya jauh lebih tinggi daripada
manusia biasa, dan terbebas dari kesalahan (Ishmah).
Kelompok ekstrim Syiah bahkan berpendapat lebih jauh
lagi dengan mengatakan bahwa para imam, karena memiliki hakikat ilahi dan
kecerdasan yang tinggi, merupakan inkarnasi Tuhan. Menurut mereka Ali dan para
imam keturunannya merupakan wahyu Thunan yang turun dalam wujud manusia. Kelompok
ultra Syiah pada masa belakang bahkan berpandangan bahwa jibril keliru
menyampaikan wahyu kepada Muhammad, yang seharusnya kepada Ali. Dalam semua hal
ini, doktrin kelompok Syiah berseberangan dengan doktrin kelompok Sunni.
Sulit untuk dipastikan seberapa besar pengaruh
pemikiran Persia dan Yahudi-Kristen terhadap kelahiran dan evolusi paham Syiah.
Konsep imam Mahdi yang berkembang kemudian dan mengusung keyakinan akan
datangnya seorang juru-selamat yang akan membawa pada sebuah era baru
kebebasan, kemakmuran, jelas-jelas merupakan refleksi dari gagasan Mesias dari
luar Islam.
Tokoh Abdullah ibn Saba, yang masuk islam pada masa
Utsman, dan membuat Ali malu karena terlalu mengagungkannya, sehingga ia dikenal
sebagai seorang pendiri sekte ekstrim dalam Syiah, adalah seorang Yahudi Yaman.
Gnostisisme juga jelas memberikan konteribusi terhadap perkembangan konsep
Imamah. Dari semua negeri Islam, Irak terbukti merupakan lahan yang subur untuk
tumbuhnya ajaran-ajaran para pendukung Ali, dan hingga saat ini Suriah yang
berpenduduk 15 juta jiwa merupakan benteng penting kaum Syiah.
Dalam komunitas Syiah sendiri muncul beragam sekte
kecil yang tak terhitung jumlahnya. Anggota “keluarga nabi” (Ahlul Bayt, yaitu
Ali dan keturunannya) menjadi pusat daya tarik symbol setiap gerakan protes
akibat kekecewaan dalam aspek ekonomi, social, politik dan keagamaan.
Kebanyakan kelompok heterodoks yang muncul pada abad
pertama islam, yang juga merupakan bentuk protes tersembunyi terhadap
kemenangan agama Arab, secata bertahap bergabung di bawah paying Syiah yang
menjadi representasi penentang terhadap status quo. Sekte islamiyah, Qaramitah,
Drusis, Nusairiyah dan sebagainya.
sumber: History Of The Arabs karangan Philip K Hitti, jakarta, Serambi ilmu semesta
0 komentar:
Posting Komentar