Minggu, 08 Juni 2014

Syiah dan Sistem Imamah

Syiah merupakan salah satu dari dua kubu Islam pertama yang berbeda pendapat dalam persoalam kekhalifahan. Para pengikut setia Ali ini membentuk kelompok yang solid pada masa dinasti Umayyah, system Imamah kemudian menjadi unsur pembeda antara kaum Sunni dan Syiah hingga saat ini. Kegigihan kaum Syiah dengan keyakinan utama mereka terhada Ali dan putra-putranya, yang diklaim sebagai imam sejati, yang berbeda dengan keyakinan Gereja Katolik Romawi tentang Peter dan para penerusnya, masih tetap menjadi karakteristik utama kelompok ini.
Jika pendiri islam menjadikan Al-quran dan wahyu  sebagai media penghubung antara tuhan dan manusia, maka orang syiah menjadikan manusia yaitu para imam sebagai penghubung. Disamping pernyataan “saya beriman kepada Allah yang maha Esa” dan “saya beriman kepada Al-quran, yang bersumber dari keabadian”, orang Syiah menambahkan satu rukun iman, yakni “saya percaya bahwa imam yang dipilih secara khusus oleh Allah sebagai pembawa ruh tuhan adalah pemimpin yang akan membebaskan”.
Institusi Imamah merupakan bentuk penentangan teoritis terhadap konsep sekuler tentang kekuasaan. Menurut teori Imamah, yang berbeda dengan pandangan Sunni, seorang imam merupakan pemimpin komunitas Islam satu-satunya yang sah, dan ditunjuk oleh tuhan untuk memegang kekuasaan tertinggi, ia memiliki jalur keturunan langsung dari Muhammad melalui Fatimah dan Ali, seorang imam adalah pemimpin agama dan spiritual, sekaligus sebagai pemimpin dalam urusan dunia. Ia dianugrahi kekuatan tersembunyi yang diwariskan oleh pendahulunya. Dengan demikian kedudukannya jauh lebih tinggi daripada manusia biasa, dan terbebas dari kesalahan (Ishmah).
Kelompok ekstrim Syiah bahkan berpendapat lebih jauh lagi dengan mengatakan bahwa para imam, karena memiliki hakikat ilahi dan kecerdasan yang tinggi, merupakan inkarnasi Tuhan. Menurut mereka Ali dan para imam keturunannya merupakan wahyu Thunan yang turun dalam wujud manusia. Kelompok ultra Syiah pada masa belakang bahkan berpandangan bahwa jibril keliru menyampaikan wahyu kepada Muhammad, yang seharusnya kepada Ali. Dalam semua hal ini, doktrin kelompok Syiah berseberangan dengan doktrin kelompok Sunni.
Sulit untuk dipastikan seberapa besar pengaruh pemikiran Persia dan Yahudi-Kristen terhadap kelahiran dan evolusi paham Syiah. Konsep imam Mahdi yang berkembang kemudian dan mengusung keyakinan akan datangnya seorang juru-selamat yang akan membawa pada sebuah era baru kebebasan, kemakmuran, jelas-jelas merupakan refleksi dari gagasan Mesias dari luar Islam.
Tokoh Abdullah ibn Saba, yang masuk islam pada masa Utsman, dan membuat Ali malu karena terlalu mengagungkannya, sehingga ia dikenal sebagai seorang pendiri sekte ekstrim dalam Syiah, adalah seorang Yahudi Yaman. Gnostisisme juga jelas memberikan konteribusi terhadap perkembangan konsep Imamah. Dari semua negeri Islam, Irak terbukti merupakan lahan yang subur untuk tumbuhnya ajaran-ajaran para pendukung Ali, dan hingga saat ini Suriah yang berpenduduk 15 juta jiwa merupakan benteng penting kaum Syiah.
Dalam komunitas Syiah sendiri muncul beragam sekte kecil yang tak terhitung jumlahnya. Anggota “keluarga nabi” (Ahlul Bayt, yaitu Ali dan keturunannya) menjadi pusat daya tarik symbol setiap gerakan protes akibat kekecewaan dalam aspek ekonomi, social, politik dan keagamaan.

Kebanyakan kelompok heterodoks yang muncul pada abad pertama islam, yang juga merupakan bentuk protes tersembunyi terhadap kemenangan agama Arab, secata bertahap bergabung di bawah paying Syiah yang menjadi representasi penentang terhadap status quo. Sekte islamiyah, Qaramitah, Drusis, Nusairiyah dan sebagainya.

sumber: History Of The Arabs karangan Philip K Hitti, jakarta, Serambi ilmu semesta
Share:  

0 komentar:

Posting Komentar