Kemenangan Inggris dalam perang melawan Belanda-Prancis,
menandai berakhirnya kekuasaan Belanda di Nusantara. Kekuasaan Inggris di
Indonesia mencakup Jawa, Palembang, Banjarmasin, Makassar, Madura, dan Sunda
Kecil. Pusat pemerintahan Inggris atas Indonesia berkedudukan di Madras, India
dengan Lord Minto sebagai gubernur jenderal. Daerah bekas jajahan Belanda
dipimpin oleh seorang letnan gubernur yang bernama Stamford Raffles
(1811-1816).[1]
Periode interegum Inggris
(1811-1836) memiliki peranan penting dalam administrasi system colonial.
Periode ini ditandaidengan dimulainya system administasi pemerintahan colonial
yang bukan saja tentang jawa, namun tentang orang-orang Jawa sendiri. Periode
yang hanya lima tahun ini merupakan tahun-tahun eksperimentasi dan idealism. selama lima tahun (1811-1816) ini
diletakkan dasar-dasar kebijaksanaan pemerintahan colonial Belanda yang
kemudian mengambil alih kembali kekuasaan inggris sejak 1816 dan berlangsung
hingga 1830.[2]
A. Thomas Stamford Raffles
Raflles adalah Gubernur Jenderal
Hindia Belanda terbesar. Ia adalah seorang warganegara Inggris. Ia juga dikenal
sebagai pendiri Kota dan Negara Singapura. Ia paling dikenal sebagai pencipta
kerajaan terbesar di dunia.[3]
Ia lahir di Port morant, Jamaika
pada Juli 1781. Ayahnya, Benjamin Raffles telah terlibat dalam perbudakan di
Kep. Karibia dan meninggal mendadak pada saat Raffles berusia 15 tahun. Sejak
saat itulah Raffles langsung bekerja di sebuah perusahaan dagang di London yang
berperan banyak dalam penaklukan negara-neagara lain. Termasuk pada 1805, ia
dikirim ke Pulau Penang, Malaysia. Sejak saat itulah hubungannya dengan Asia
Tenggara dimulai.[4]
Pada 1811, Raffles dipromosikan
untuk menjadi Gubernur Jenderal di daerah jajahan Belanda yaitu Hindia-Belanda
atau yang kini disebut Jawa. Sejak ia memerintah, ia merumuskan beberapa
kebijakan-kebijakan yang sangat baik untuk perkembangan Indonesia, diantaranya
; ia menghapuskan beberapa sistem perbudakan, mereformasi sistem pemerintahan
korup Belanda, mengadakan penelitian-penelitian flora, fauna, artefak
candi-candi prasejarah dan lain sebagainya.[5]
Ia menikah dengan Olivia Mariannr
yang wafat pada 26 November 1814 di Buitenzorg, Bandung dan dimakamkan di
Batavia. Raffles sendiri meninggal sehari sebelum ulang tahunnya, pada 5 Juli
1826 karena penyakit stroke. Namanya diabadikan dimana-mana. Di Singapura,
banyak tempta-tempat, institusi dan lain-lain menggunakan nama Raffles.
Termasuk di Indonesia, Bunga Bangkai atau yang disebut padma raksasa,
diabadikan menggunakan nama Rafflesia Arnoldi sebagai penghormatan atas penemu
pertama Bunga langka dan terbesar ini.[6]
B. Awal mula pendirian system sewa tanah
Gagasan Raffles mengenai sewa tanah ini dilatar belakangi oleh
keadaan Jawa yang tidak memuaskan dan tidak adanya kebebasan berusaha. Gagasan
dan cita-cita Raffles merupakan pengaruh dari Revolusi Perancis yaitu prinsip
kebebasan, persamaan, dan persaudaraan yang semula tidak ada pada masa Belanda.
Pada masa pemerintahan Belanda, para pedagang pribumi dan Eropa mengalami
kesulitan dalam hal berdagang. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem monopoli
yang diterapkan pemerintah Belanda. Sistem monopoli yang diterapkan oleh
pemerintahan Belanda ini pada masa Raffles diganti dengan perdagangan bebas.[7]
Selain itu adanya paksaan dari pemerintah Belanda kepada para
petani untuk menyediakan barang dan jasa sesuai kebutuhan Belanda,
mengakibatkan matinya daya usaha rakyat. Oleh karena itu, pada masa Raffles
inilah masyarakat diberi kebebasan bekerja, bertanam, dan penggunaan hasil
usahanya sendiri. Pada masa Raffles para petani diberi kebebasan untuk
menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam.
Tidak adanya kepastian hukum pada masa pemerintahan Belanda,
telah mengakibatkan terjadinya kekacauan di berbagai daerah. Tidak adanya
perlindungan hukum untuk para para penduduk mengakibatkan adanya sikap
sewenang-wenang para penguasa pribumi. Tidak adanya jaminan bagi para petani
mengakibatkan hilangnya dorongan untuk maju. Sesuai pernyataan Hogendorf, ia
tidak percaya pendapat orang-orang Eropa tentang kemalasan orang Jawa, karena
apabila diberi kebebasan menanam dan menjual hasilnya, petani-petani Jawa akan
terdorong untuk menghasilkan lebih banyak dari pada yang dicapai dibawah masa
Belanda.
C.
Usaha-Usaha yang dilakukan
Interegum Inggris (1811-1816) hanya diperintah oleh seorang, yakni
oleh Thomas Stamford Raffles. Ia seorang humanis yang penuh idealisme. Raffles
dapat disebut pula sebagai “a man of the enlightenment”, yang banyak
memiliki pengalaman praktis dalam administrasi colonial.[8]Pemerintahan
Raffles didasarkan atas prinsisp-prinsip liberal, seperti halnya pada Van
Hogendrop, jadi politik colonial yang hendak mewujudkan kebebasan dan kepastian
hukum. Prinsip kebebasan mencakup kebebasan menanam dan kebebasan perdagangan,
keduanya akan menjamin adanya kebebasan produksi untuk ekspor.[9]
Apa yang dikehendakinya sebagai pengganti system VOC adalah
pertanian dimana para petani atas kehendak sendiri menanam tanaman
perdagangan (cash crops) yang dapat
diekspori ke luas negeri.[10]
Dalam usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan colonial
baru, Raffles berpatokan pada tiga asas:
1.
Segala bentuk dan jenis
penyerahan wajib meupun kerja rodi harus dihapuskan dan kepada rakyat diberikan
kebebasan penuh untuk menentukan jenis tanaman apa yang dikehendaki untuk
ditanam tanpa ada unsure paksaan apapun.
2. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan
sebagai penggantinya mereka dijadikan bagian yang integral dari pemerintah
colonial dengan fungsi-fungsi pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas
pemerintahan di negari-negari Barat.
3.
Berdasarkan anggapan bahwa
yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa (tenant) tanah milik pemerintah.
Untuk penyewaan tanah ini para petani diwajibkan membayar sewa tanah
(land-rent) atau pajak tanah.
Sewa tanah inilah yang
selanjutnya dijadikan dasar kebijaksanaan pemerintah Inggris di bawah Raffles
dan kemudian dari pemerintahan Belanda sampai 1830.[11]
Sistem sewa tanah ini
kemudian dikenal dengan nama landeliijk
stelsel. Terdapat dua hal yang ingin dicapai Raffles melalui landeliijk stelsel ini
1.
Untuk memberikan kebebasan
berusaha kepada para petani Jawa melalui pajak tanah, dan
2.
Dengan mengefektifkan
system administrasi Eropa berarti penduduk pribumi akan mengenal ide-ide Eropa
mengenai kejujuran (honesty), ekonomi (economi) dan keadilan (Justice).[12]
Pelaksanaan sitem sewa
tanah ini ternyata tidak dapat diterapkan meliputi seluruh pulau Jawa. Di
daerah-daerah sekitar Batavia dan Parahyangan system sewa tanah tak dapt
diselenggarakan, karena daerah-daerah di sekitar Batavia umumnya milik swasta,
sedang di daerah Parahyangan pemerintah colonial berkeberatan untuk
menghapuskan system penanaman paksa kopi yang memberikan banyak keuntungan
besar kepada pemerintah. Jelaslah bahwa pemerintah colonial sendiri tidak
bersedia secara konsisten untuk menerapkan asas-asas liberal, jika hal ini
mengandung resiko yang merugikan pemerintah. [13]
Selain itu penghalang utama
bagi pelaksanaan politiknya ialah unsure feudal yang sangat kuat kedudukannya
dan system ekonomi feudal yang masih bersifat tetutup sehingga oembayaran pajak
belum dapat dilakukan sepenuhnya dengan uang, tetapi in natura.
[1]
Ivan Sujatmoko. Sistem Sewa Tanah Masa Raffles. http://pendidikan4sejarah.blogspot.com.
Diakses pada 25 Februari 2013 pukul 7:16.
[2]
Prof.A. Daliman.2012. Sejarah Indonesia.
Yogyakarta. Hlm 19-20.
[3]
_. Thomas
Stamford Raffles. http://profil.merdeka.com.diakses
pada 26 februari 2013. Pukul 08.07.
[4]ibid
[5]Ibid
[6]Ibid
[7]
Ivan Sujatmoko. http://pendidikan4sejarah.blogspot.com.
Diakses pada 26 Februari 2013. Pukul 8.18
[8]Prof.A.
Daliman.2012. Sejarah Indonesia.
Yogyakarta. Hlm 20.
[10]Opcid., hlm 22
[11]Opcid., hlm 23
[12]
Prof.A. Daliman.2012. Sejarah Indonesia.
Yogyakarta. Hlm 23
[13]Ibid., halm 24